Penganiayaan vokalis band di Malang baru-baru ini menyita perhatian publik dan menjadi catatan kelam di kancah musik underground Tanah Air. Insiden yang terjadi di Batu ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik bagi korban, tetapi juga memicu pertanyaan besar mengenai keamanan di acara musik. Parahnya, pelaku kini berpotensi dijerat dengan Undang-Undang berlapis yang ancaman hukumannya tergolong sangat berat. Kasus ini menjadi peringatan tegas bahwa tindakan kekerasan, apalagi dengan senjata tajam, tidak akan ditoleransi di mata hukum.
Tragedi mengerikan tersebut terjadi di sebuah panggung musik hardcore di Batu, Malang, pada Minggu, 16 November 2025. Peristiwa bermula ketika keributan pecah, yang kemudian berujung pada kekerasan fisik. Korban utama adalah Irmanda, sang vokalis band, yang mengalami luka serius setelah dibacok menggunakan senjata tajam jenis clurit di bagian pundak. Tak hanya itu, rekannya, Regi sang basis, juga menjadi korban dengan luka lebam di bagian kepala.
Menanggapi insiden tersebut, pihak kepolisian kini bergerak mengusut kasus ini dan memburu para pelaku. Berdasarkan alat bukti dan tingkat luka yang diderita korban, pelaku utama penganiayaan berat ini sangat mungkin dijerat dengan Pasal 354 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini secara spesifik mengatur tentang kejahatan melukai berat orang lain dengan sengaja.
Ancaman pidana yang menanti para pelaku penganiayaan di bawah payung Pasal 354 KUHP bukanlah hukuman ringan. Undang-undang menetapkan ancaman hukuman penganiayaan berat dengan pidana penjara maksimal hingga delapan tahun. Durasi hukuman ini menunjukkan keseriusan negara dalam menindak tegas setiap tindakan kekerasan yang mengakibatkan cacat atau luka permanen pada korban.
Selain jeratan dari KUHP, pelaku juga berpotensi menghadapi hukuman tambahan yang jauh lebih berat karena penggunaan senjata tajam. Membawa atau menggunakan senjata tajam tanpa izin dapat menyeret pelaku ke dalam jerat hukum berlapis, yaitu Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Ini adalah pasal krusial yang bisa melipatgandakan hukuman penjara.
Pelanggaran terhadap UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, khususnya Pasal 2 Ayat (1) mengenai kepemilikan atau penggunaan senjata tajam tanpa hak, mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal sepuluh tahun. Jika kedua pasal ini—Pasal 354 KUHP dan UU Darurat 12/1951—diterapkan secara kumulatif, total ancaman hukuman penjara yang dihadapi pelaku bisa mencapai belasan tahun. Hukuman yang sangat berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera maksimal kepada para pelaku tindak kriminal di acara musik.
Insiden kekerasan di gigs Malang ini harus menjadi catatan kelam bagi semua pihak yang terlibat dalam komunitas musik. Kekerasan dan anarkisme tidak memiliki tempat dalam ekspresi seni. Proses hukum yang akan berjalan ini menegaskan komitmen penegak hukum untuk memastikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Semoga kejadian tragis ini tidak terulang kembali, dan panggung musik dapat kembali menjadi ruang aman dan kondusif.

